Selasa, 19 Januari 2010

Riwayat Prof.Drs.H.Lafran Pane (Alm)

Riwayat Prof.Drs.H.Lafran Pane (Alm)

Almarhum Prof.Drs.H.Lafran Pane (Wafat 25 Januari 1991) adalah tokoh pemrakarsa pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan pemrakarsa proklamasi, namun hanya masyarakat terbatas yang mengenalnya. Lafran Pane lahir di kampung Pagurabaan, Kecamatan Sipirok, yang terletak di kaki gunung Sibual-Bual, 38 kilometer kearah utara dari Padang Sidempuan, Ibu kota kabupaten Tapanuli Selatan. Sebenarnya Lafran Pane lahir di Padang Sidempuan 5 Februari 1922. Untuk menghindari berbagai macam tafsiran, karena bertepatan dengan berdirinya HMI Lafran Pane mengubah tanggal lahirnya menjadi 12 April 1923.

Beliau adalah adik dari tokoh sejarawan terkemuka di Indonesia yaitu Sanusi Pane dan tokoh pujangga baru Armijn Pane, Ayahnya bernama Sutan Pangurabaan Pane adalah tokoh Partai Indonesia (PARTINDO) di Sumatera Utara. Sebelum masuk Sekolah Tinggi Islam (STI) latar belakang pendidikan yang utama dari Lafran Pane adalah Pesantren, HIS, MULO, dan AMS Muhammadiyah. Dia juga pernah belajar disekolah-sekolah nasionalis, seperti Taman Aksara di Sipirok dan Taman Siswa di Medan (Agussalim Sitompul 1976).

Sebelum tamat dari STI Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) pada bulan April 1948. Setelah Universitas Gajah Mada (UGM) dinegerikan tanggal 19 desember 1949, dan AIP dimasukkan dalam fakultas Hukum, ekonomi, sosial politik (HESP). Dalam sejarah Universitas Gajah Mada (UGM), Lafran termasuk dalam mahasiswa-mahasiswa yang pertama mencapai gelar sarjana, yaitu tanggal 26 januari 1953. Dengan sendirinya Drs. Lafran pane menjadi Sarjana Ilmu Politik yang pertama di Indonesia.

Kelahiran HMI tidak dapat dilepaskan dari Lafran Pane yang karena jabatannya sebagai ketua III senat STI (Sekolah Tinggi Islam yang sekarang Universitas Islam Indonesia), ia sekaligus menjadi Pengurus Pusat PMY (Persatuan Mahasiswa Yogyakarta) untuk wilayah STI. Oleh karena itu, ditubuh STI waktu itu ada satu seksi yang disebut sebagai “Seksi PMY” yang diketua oleh Lafran Pane. Pengalaman Lafran Pane sebagai salah satu fungsionaris organisasi ekstra Universitas itulah yang kemudia mendorongnya membentuk satu organisasi ekstra yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswa Islam.

Lafran Pane yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan bukan anak sekolah yang rajin adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu – Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah – pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan, pada kehidupan dengan tidur tidak menentu, pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.



Share

Tidak ada komentar: